♥Selasa, 27 November 2012
PROSEDUR PENDIRIAN KOPERASI
TUGAS EKONOMI KOPERASI
DISUSUN OLEH :
NAMA :
WIDIANDINI ADIENA
NPM :
27211382
KELAS :
2EB18
UNIVERSITAS GUNADARMA
JURUSAN EKONOMI AKUNTANSI
PROSEDUR
PENDIRIAN KOPERASI
A.
Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992
tentang perkoperasian.
B.
Peraturan Pemerintah
RI Nomor 4 Tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta
Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
C.
Peraturan Menteri
Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah Republik Indonesia
No.01/Per/M.KUKM/I/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan
Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
D.
Keputusan Menteri
Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah R.I. Nomor 19/Kep/M/III/2000
tentang Pedoman Kelembagaan dan Usaha Koperasi.
E.
Keputusan Menteri
Negara Koperasi dan UKM R.I. Nomor 123 / Kep/M-KUKM/X/2004 tentang
Penyelenggaraan Tugas Pembantuan Dalam Rangka Pengesahan Akta Pendirian,
Perubahan Anggaran Dasar dan Pembubaran Koperasi pada Propinsi, Kabupaten/Kota.
F.
Keputusan Menteri
Negara Koperasi dan UKM R.I. Nomor 124/Kep/M-KUKM/X/2004 tentang Penugasan
Pejabat yang berwenang untuk Memberikan Pengesahan Akta Pendirian, Perubahan
Anggaran Dasar dan Pembubaran Koperasi Tingkat Nasional.
Keputusan Menteri Negara Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah Republik Indonesia Nomor 98/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang
Notaris sebagai Pembuat Akta Koperasi.
Suatu koperasi
hanya dapat didirikan bila memenuhi persyaratan dalam mendirikan
koperasi. Syarat-syarat pembentukan koperasi berdasarkan Keputusan
Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor:
104.1/Kep/M.Kukm/X/2002 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan, Pengesahan
Akta Pendirian Dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi, adalah sebagai
berikut :
a. Koperasi
primer dibentuk dan didirikan oleh sekurang-kurangnya dua puluh orang yang
mempunyai kegiatan dan kepentingan ekonomi yang sama;
b. Pendiri
koperasi primer sebagaimana tersebut pada huruf a adalah Warga Negara
Indonesia, cakap secara hukum dan maupun melakukan perbuatan hukum;
c. Usaha
yang akan dilaksanakan oleh koperasi harus layak secara ekonomi, dikelola
secara efisien dan mampu memberikan manfaat ekonomi yang nyata bagi anggota
d. Modal
sendiri harus cukup tersedia untuk mendukung kegiatan usaha yang akan
dilaksanakan oleh koperasi;
e. Memiliki
tenaga terampil dan mampu untuk mengelola koperasi.
Selain
persyaratan diatas, perlu juga diperhatikan beberapa hal-hal penting yang harus
diperhatikan dalam pembentukan koperasi yang dikemukakan oleh Suarny Amran
et.al (2000:62) antara lain sebagai berikut :
a. Orang-orang
yang akan mendirikan koperasi dan yang nantinya akan menjadi anggota koperasi
hendaknya mempunyai kegiatan dan kepentingan ekonomi yang sama. Artinya tidak
setiap orang dapat mendirikan dan atau menjadi anggota koperasi tanpa
didasarkan pada adanya kejelasan mengenai kegiatan atau kepentingan ekonomi
yang akan dijalankan. Kegiatan ekonomi yang sama diartikan, memiliki profesi
atau usaha yang sama, sedangkan kepentingan ekonomi yang sama diartikan
memiliki kebutuhan ekonomi yang sama.
b. Usaha
yang akan dilaksanakan oleh koperasi harus layak secara ekonomi. Layak secara
ekonomi diartikan bahwa usaha tersebut akan dikelola secara efisien dan mampu
menghasilkan keuntungan usaha dengan memperhatikan faktor-faktor tenaga kerja,
modal dan teknologi.
c.
Modal sendiri harus cukup tersedia untuk mendukung kegiatan usaha yang akan
dilaksanakan oleh koperasi. Hal tersebut dimaksudkan agar kegiatan usaha
koperasi dapat segera dilaksanakan tanpa menutup kemungkinan memperoleh
bantuan, fasilitas dan pinjaman dari pihak luar.
d. Kepengurusan
dan manajemen harus disesuaikan dengan kegiatan usaha yang akan dilaksanakan
agar tercapai efektivitas dan efisiensi dalam pengelolaan koperasi. Perlu
diperhatikan mereka yang nantinya ditunjuk/dipilih menjadi pengurus haruslah
orang yang memiliki kejujuran, kemampuan dan kepemimpinan, agar koperasi
yangdidirikan tersebut sejak dini telah memiliki kepengurusan
Setelah
persyaratan terpenuhi para pendiri kemudian mempersiapkan hal-hal yang
dibutuhkan untuk mengadakan rapat pembentukan koperasi, setelah memiliki
bekal yang cukup dan telah siap para pendiri melakukan rapat pembentukan
koperasi yang dihadiri dinas koperasi dan pejabat lainnya, pendirian koperasi
tidak sampai disana karena lembaga koperasi yang telah didirikan perlu
disahkan badan hukumnya. Penjelasan lebih lanjut mengenai tahapan-tahapan
tersebut diuraikan di bawah ini :
A. Tahap Persiapan Pendirian Koperasi
Sekelompok orang
bertekad untuk mendirikan sebuah koperasi terlebih dahulu perlu memahami maksud
dan tujuan pendirian koperasi, untuk itu perwakilan dari pendiri dapat meminta
bantuan kepada Dinas Koperasi dan UKM ataupun lembaga pendidikan koperasi
lainnya untuk memberikan penyuluhan dan pendidikan serta pelatihan mengenai
pengertian, maksud, tujuan, struktur organisasi, manajemen, prinsip-prinsip
koperasi, dan prospek pengembangan koperasi bagi pendiri. Setelah mendapatkan
penyuluhan dan pelatihan perkoperasian, para pendiri sebaiknya membentuk
panitia persiapan pembentukan koperasi, yang bertugas :
a. Menyiapkan
dan menyampaikan undangan kepada calon anggota, pejabat pemerintahan dan
pejabat koperasi.
b. Mempersiapakan
acara rapat.
c. Mempersiapkan
tempat acara.
d.
Hal-hal lain yang berhubungan dengan pembentukan koperasi.
B. Tahap rapat pembentukan koperasi
Setelah tahap persiapan selesai dan para
pendiri pembentukan koperasi telah memiliki bekal yang cukup dan telah siap
melakukan rapat pembentukan koperasi. Rapat pembentukan koperasi harus
dihadiri oleh 20 orang calon anggota sebagai syarat sahnya pembentukan koperasi
primer. Selain itu, pejabat desa dan pejabat Dinas Koperasi dan UKM dapat
diminta hadir untuk membantu kelancaran jalannya rapat dan memberikan
petunjuk-petunjuk seperlunya.
Hal-hal yang dibahas pada saat rapat
pembentukan koperasi , dapat dirinci sebagai berikut :
1.
Pembuatan dan pengesahan akta pendirian
koperasi
, yaitu surat keterangan tentang pendirian koperasi yang berisi pernyataan dari
para kuasa pendiri yang ditunjuk dan diberi kuasa dalam suatu rapat pembentukan
koperasi untuk menandatangani Anggaran Dasar pada saat pembentukan koperasi.
2.
Pembuatan Anggaran Dasar koperasi, yaitu pembuatan
aturan dasar tertulis yang memuat tata kehidupan koperasi yang
disusun dan disepakati oleh para pendiri koperasi pada saat rapat
pembentukan. Konsep Anggaran Dasar koperasi sebelumnya disusun oleh
panitia pendiri, kemudian panitia pendiri itu mengajukan rancangan Anggaran
Dasarnya pada saat rapat pembentukan untuk disepakati dan disahkan. Anggaran
Dasar biasanya mengemukakan :
3.
Nama dan tempat kedudukan, maksudnya dalam
Anggaran Dasar tersebut dicantumkan nama koperasi yang akan dibentuk dan lokasi
atau wilayah kerja koperasi tersebut berada.
4.
Landasan, asas dan prinsip koperasi, di dalam
Anggaran Dasar dikemukakan landasan, asas dan prinsip koperasi yang akan dianut
oleh koperasi.
5.
Maksud dan tujuan, yaitu
pernyataan misi, visi serta sasaran pembentukan koperasi.
6.
Kegiatan usaha, merupakan
pernyataan jenis koperasi dan usaha yang akan dilaksanakan koperasi. Dasar
penentuan jenis koperasi adalah kesamaan aktivitas, kepentingan dan kebutuhan
ekonomi para anggotanya. Misalnya, koperasi simpan pinjam, koperasi konsumen,
koperasi produsen, koperasi pemasaran dan koperasi jasa atau koperasi serba
usaha.
7.
Keanggotaan, yaitu aturan-aturan yang menyangkut
urusan keanggotaan koperasi. Urusan keanggotaan ini dapat ditentukan sesuai
dengan kegiatan usaha koperasi yang akan dibentuknya. Biasanya ketentuan
mengenai keanggotaan membahas persyaratan dan prosedur menjadi anggota koperasi
, kewajiban dan hak-hak dari anggota serta ketentuan-ketentuan dalam mengakhiri
status keanggotaan pada koperasi.
8.
Perangkat koperasi, yaitu
unsur-unsur yang terdapat pada organisasi koperasi. Perangkat koperasi
tersebut, sebagai berikut :
9.
Rapat Anggota. Dalam Anggaran
Dasar dibahas mengenai kedudukan rapat anggota di dalam koperasi, penetapan
waktu pelaksanaan rapat anggota, hal-hal yang dapat dibahas dalam rapat
anggota, agenda acara rapat anggota tahunan, dan syarat sahnya pelaksanaan
rapat anggota koperasi.
10. Pengurus. Dalam Anggaran Dasar dijabarkan
tentang kedudukan pengurus dalam koperasi, persyaratan dan masa jabatan
pengurus, tugas, kewajiban serta wewenang dari pengurus koperasi.
11. Pengawas. Dalam Anggaran Dasar dijabarkan
tentang kedudukan pengawas dalam koperasi, persyaratan dan masa jabatan
pengawas, tugas serta wewenang dari pengawas koperasi.
Selain dari ketiga perangkat tersebut dapat
ditambahkan pula pembina atau badan penasehat.
12. Ketentuan
mengenai permodalan perusahaan koperasi, yaitu pembahasan mengenai jenis
modal yang dimiliki (modal sendiri dan modal pinjaman), ketentuan mengenai
jumlah simpanan pokok dan simpanan wajib yang harus dibayar oleh anggota.
13. Ketentuan
mengenai pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU), yaitu ketentuan yang membahas
penjelasan mengenai SHU serta peruntukan SHU koperasi yang didapat.
14. Pembubaran dan
penyelesaian, membahas tata-cara pembubaran koperasi dan
penyelesaian masalah koperasi setelah dilakukan pembubaran. Biasanya penjelasan
yang lebih rinci mengenai hal ini dikemukakan lebih lanjut dalam Anggaran Rumah
Tangga atau aturan lainnya.
15. Sanksi-sanksi, merupakan
ketentuan mengenai sanksi yang diberikan kepada anggota, pengurus dan pengawas
koperasi, karena terjadinya pelanggaran-pelanggaran terhadap Anggaran Dasar
atau aturan lain-nya yang telah ditetapkan.
16. Anggaran rumah
tangga dan peraturan khusus, yaitu ketentuan-ketentuan pelaksana
dalam Anggaran Dasar yang sebelumnya dimuat dalam Anggaran Dasar.
17. Penutup
·
Pembentukan pengurus, pengawas, yaitu memilih
anggota orang-orang yang akan dibebani tugas dan tanggungjawab atas
pengelolaan, pengawasan di koperasi
·
Neraca awal koperasi, merupakan
perincian posisi aktiva dan pasiva diawal pembentukan koperasi
·
Rencana kegiatan usaha, dapat berisikan
latar belakang dan dasar pembentukan serta rencana kerja koperasi pada masa
akan datang.
C. Pengesahan badan hukum
Setelah terbentuk
pengurus dalam rapat pendirian koperasi, maka untuk mendapatkan badan hukum
koperasi, pengurus/pendiri/kuasa pendiri harus mengajukan permohonan badan
hukum kepada pejabat terkait, sebagai berikut :
a. Para pendiri atau kuasa pendiri
koperasi terlebih dulu mengajukan permohonan pengesahan akta
pendirian secara tertulis diajukan kepada Kepala Dinas Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah, dengan melampirkan :
1. Anggaran Dasar Koperasi
yang sudah ditandatangani pengurus rangkap dua, aslinya bermaterai)
2. Berita acara rapat
pendirian koperasi.
3. Surat undangan rapat
pembentukan koperasi
4. Daftar hadir rapat.
5. Daftar alamat lengkap
pendiri koperasi.
6. Daftar susunan pengurus,
dilengkapi photo copy KTP (untuk KSP/USP dilengkapi riwayat hidup).
7. Rencana awal kegiatan
usaha koperasi.
8. Neraca permulaan dan tanda setor
modal minimal Rp.5.000.000 (lima juta rupiah) bagi koperasi primer dan Rp.15.000.000
(lima belas juta rupiah) bagi koperasi sekunder yang berasal dari simpanan
pokok, wajib, hibah.
9. Khusus untuk KSP/USP
disertai lampiran surat bukti penyetoran modal sendiri minimal Rp. 15.000.000
(lima belas juta rupiah) bagi koperasi primer dan Rp.50.000.000 (lima puluh
juta rupiah) bagi koperasi sekunder yang berupa deposito pada bank pemerintah.
10. Mengisi formulir isian data koperasi.
11. Surat keterangan dari desa yang
diketahui oleh camat.
12. Daftar riwayat hidup dan pas foto para pengurus sebanyak dua buah
ukuran 4 x 6.
b. Membayar
tarif pendaftaran pengesahan akta pendirian koperasi sebesar Rp. 100.000
(seratus ribu rupiah).
c. Apabila
permintaan pengesahaan akta pendirian koperasi telah dilakukan sesuai dengan
ketentuan di atas kepada pendiri atau kuasa pendiri diberikan bukti penerimaan.
d. Pejabat
koperasi, yaitu Kepala Dinas Koperasi dan UKM akan memberikan pengesahaan
terhadap akta koperasi apabila ternyata setelah diadakan penelitian Anggaran
dasar koperasi.
- tidak bertentangan dengan
Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian, dan
- tidak bertentangan dengan
ketertiban umum dan kesusilaan.
e. Pejabat
selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung sejak penerimaan permohonan
pengesahan badan hukum dari koperasi yang bersangkutan harus telah memberikan
jawaban pengesahannya. Tetapi biasanya proses pengesahan di dinas koperasi
dapat selesai hanya dalam waktu 3 (tiga) minggu.
f. Bila
Pejabat berpendapat bahwa Akte Pendirian/Anggaran Dasar tersebut tidak
bertentangan dengan ketentuan Undang-undang koperasi dan peraturan pelaksananya
serta kegiatannya sesuai dengan tujuan, maka akte pendirian di daftar dengan
nomor urut dalam Buku Daftar Umum. Kedua buah Akte Pendirian/Anggaran Dasar
tersebut dibubuhi tanggal, nomor pendaftaran tentang tanda pengesahan oleh
Pejabat a.n Menteri.
g. Tanggal
pendaftaran akte Pendirian berlaku sebagai tanggal sesuai berdirinya koperasi
yang mempunyai badan hukum, kemudian Pejabat mengumumkan pengesahan akta
pendirian di dalam Berita Negara Republik Indonesia
h. Buku
Daftar Umum serta Akte-Akte salinan/petikan ART/AD Koperasi dapat diperoleh
oleh pengurus koperasi dengan mengganti biaya fotocopy dan harus dilegalisir
oleh Pejabat Koperasi yang bersangkutan. Biaya yang dikenakan untuk hal di atas
adalah Rp. 25.000
i. Dalam
hal permintaan pengesahan akta pendirian ditolak, alasan penolakan
diberitahukan oleh pejabat kepada para pendiri secara tertulis dalam waktu
paling lambat 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan.
j. Terhadap
penolakan pengesahan akta pendirian para pendiri dapat mengajukan permintaan
ulang dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya penolakan.
k. Keputusan
terhadap pengajuan permintaan ulang diberikan dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan sejak diterimanya pengajuan permintaan ulang.
Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Kementerian Koperasi
dan UKM Republik Indonesia dengan Ikatan Notaris Indonesia pada tanggal 4 Mei
2004 dan Keputusan Menteri Koperasi dan UKM RI Nomor : 98/KEP/M.KUKM/IX/2004
tentang Notaris Sebagai Pembuat Akta Koperasi membuat perubahan dalam prosedur
pendirian koperasi yaitu proses pembuatan akta pendirian, perubahan anggaran
dasar, dan akta-akta lain berkaitan dengan koperasi sebagai badan hukum maka hal
tersebut dilakukan dihadapan notaris. Hal ini dimaksudkan untuk
meningkatkan mutu pelayanan hukum kepada masyarakat.
Berdasarkan Kepmen No.98 tahun 2004, prosedur pendirian koperasi
yang melibatkan notaris di dalamnya, masih mengikuti prosedur yang ada, tetapi
ada beberapa tahapan yang melibatkan notaris yaitu :
a.
Rapat pembentukan koperasi selain mengundang minimal 20 orang calon anggota,
pejabat desa, pejabat dinas koperasi hendaknya mengundang pula notaris yang
telah ditunjuk pendiri koperasi, yaitu notaris yang telah berwenang menjalankan
jabatan sesuai dengan jabatan notaris, berkedudukan di wilayah koperasi itu
berada (dalam hal ini berkedudukan di Kabupaten Bandung), serta memiliki
sertifikat tanda bukti telah mengikuti pembekalan di bidang perkoperasian yang
ditandatangani oleh menteri koperasi dan UKM RI.
b. Notaris yang telah membuat akta pendirian koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku kemudian membacakan dan menjelaskan isinya kepada para pendiri, anggota atau kuasanya sebelum menanda-tangani akta tersebut.
c. Kemudian akta pendirian koperasi yang telah dibuat notaris pembuat akta koperasi disampaikan kepada pejabat dinas koperasi untuk dimintakan pengesahannya, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
b. Notaris yang telah membuat akta pendirian koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku kemudian membacakan dan menjelaskan isinya kepada para pendiri, anggota atau kuasanya sebelum menanda-tangani akta tersebut.
c. Kemudian akta pendirian koperasi yang telah dibuat notaris pembuat akta koperasi disampaikan kepada pejabat dinas koperasi untuk dimintakan pengesahannya, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sejarah Perundang-Undangan Koperasi di Indonesia
Kronologis dan Sejarah tentang
Koperasi di Indonesia
A. Sebelum UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
A. Sebelum UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
a. Verordening op de Cooperatieve Verenigingen (Stb. 431/1915)
Merupakan regulasi pertama yang berlaku bagi semua golongan penduduk (Pasal 131 IS) yang ada di Indonesia. Peraturan ini timbul atas adnya kekosongan hukum akan pengaturan koperasi padahal telah berdiri berbagai bentuk badan hukum koperasi seperti koperasi E Sieburg, gerakan Budi Utomo, dan Serikat Islam. Definisi Koperasi pada Regulasi ini adalah, “perkumpulan orang-orang dimana orang-orang tersebut diperbolehkan untuk keluar masuk sebagai anggota, yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran anggotanya, dengan cara bersama-sama menyelenggarakan suatu system penghidupan atau pekerjaan, atau secara bersama-sama atau secara bersama-sama menyediakan alat perlengkapan atau bahan-bahan keperluan mereka, atau secara memberikan uang muka atau kredit”.
Dengan menggunakan asas konkordansi, maka ketentuan yang ada di Belanda dapat dikatakan sama seperti yang tertuang pada Verordening op de Cooperatieve Verenigingen. Sistem yang diberlakukan di Belanda yang ditanam tanpa penyesuaian ternyata malah menyusahkan penduduk golongan III yakni Pribumi. Mereka dalam mendirikan badan usaha koperas harus memiliki prasyarat mulai dari Akta Notaris, akta pendirian berbahasa Belanda, matrai, hingga pengumuman di surat kabar Javasche Courant. Biaya yang dikeluarkan oleh pelaku usaha yang ingin membuat koperasi pada saat itu sangatlah besar sehingga Verordening op de Cooperatieve Verenigingen dirasa tidak member manfaat dan ditentang habis-habisan oleh kaum pergerakan nasional.
b. Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen (Stb. 91/1927)
Ketika momentum yang tepat yakni pada saat politik balas budi Belanda baru saja didengungkan, perjuangan para nasionalis akan keengganan regulasi Verordening op de Cooperatieve Verenigingen berbuah hasil, dengan keluarnya “Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen”. Sehingga dalam penerapannya Verordening op de Cooperatieve Verenigingen menjadi untuk Gol. I dan Gol II, sedangkan Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen hanya untuk Gol. III saja. Peraturan Koperasi ini menundukan pada Hukum Adat dan bukan pada BW ataupun MvK.
Desakan liberalistik dari pasar tanah air atas bentukan Belanda pada saat itu membuat kemudahan demi kemudahan yang ditawarkan oleh Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen tidak berarti dan masih saja membuat koperasi di Indonesia sulit berkembang. Buktinya adalah dari 172 yang tercatat dan 1540 kopersi tidak tercatat makin hari jumlahnya makin menurun karena tidak puas dengan hasil yang dicapai kopersi pada priktiknya.
c. Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen (Stb. 108/1933)
Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen, merupakan perubahan dari Verordening op de Cooperatieve Verenigingen yang berlaku bagi Gol. I, II dan III, namun disisi lain peraturan Regeling Inlandsche Cooperatieve Verenigingen untuk Gol. III masih tetap berlaku. Pada masa ini atas kebijakan penghematan maka Departemen Ekonomi atas anjuran dari Jawatan Koperasi mendirikan gabungan dari pusat-pusat koperasi di Hindia Belanda yang dinamakan Moeder Centrale. Sedangkan usaha menyuntikan dana segar sebesar f-25.000.000 untuk koperasi, menjadi gagal total dengan keluarnya Ordonantie op Inlandsche Maatshappji op Aandeelen yang memudahkan pelaku usaha berkembang dengan menggunakan Maskapai Andil dan bukan Koperasi yang dicanangkan pada saat adanya Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen. Pada kesimpulannya bahwa keberatan-keberatan untuk pembentukan koperasi yang tadinya ada, sejak Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen sudah dinyatakan tidak berlaku lagi.
d. Regeling Cooperatieve Verenigingen (Stb. 179/1949)
Regulasi yang pertama kali dicetuskan sejak kemerdekaan Indonesia ini, timbul karena krisis yang berkepanjangan mulai dari agresi militer Belanda, hingga pemberontakan PKI. Regulasi ini mengubah definisi koperasi dengan menambahkan unsur syarat pendiriannya. Hal ini diluncurkan mengantisipasi Konfrensi Meja Bundar yang dilaksanakan sebelum Regeling ini dibuat. Pada saat regulasi ini berlaku banyak hal yang terjadi mulai dengan adanya Kongres Pertama Koperasi seluruh Indonesia, yang hari 12 Juli 1947 dijadikan sebagai, “Hari Koperasi”, adanya Bank Koperasi Provinsi, hingga pembekuan oleh Mentri Kehakiman atas Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen.
e. Undang-Undang Tentang Perkumpulan Koperasi (UU 79/1958)
Pembuatan UU yang sangat tergesa-gesa ini dirasakan oleh banyak kalangan saat itu tidak membawa banyak perubahan. Namun UU yang mencabut Regeling-regeling sebelumnya tentang koperasi ini, memodifikai prinsip dengan menyerap prinsip koperasi Rochdale. Definisi Koperasi dalam UU ini disebutkan bahwa koperasi ialah sebuah perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan hukum yang tidak merupakan konsentrasi modal dengan berasaskan kekeluargaan, bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggotanya, mendidik anggotanya, berdasarkan kesukarelaan, dan dalam pendiriannya harus menggunakan akta yang didaftarkan. Organisasi koperasi pada saat regulasi ini berlaku dipadandang sebagai alat perjuangan di bidang ekonomi melawan kapitalisme, dengan berprinsip dengan tidak mencari keuntungan (non-profit) tetapi mengutamakan pelayanan (service). Istilah saham yang biasa dikenal di Perseroan Terbatas, ternyata diganti menjadi “Simpanan Pokok”, yang memiliki fungsi yang lebih sosial yang mengajarkan kehidupan menabung dan kesedian anggotanya untuk berpartisipasi.
f. Peraturan Pemerintah tentang Perkembangan Gerakan Koperasi (PP 60/1959)
Peraturan Pemerintah tentang Perkembangan Gerakan Koperasi masih mengacu kepada norma peraturan perundang-undangan diatasnya yakni Undang-Undang 79/1958 Tentang Perkumpulan Koperasi. PP ini menyodorkan konsep pengaturan lebih lanjut mengenai tujuan koprasi atas dorongan, bimbingan, perlindungan serta pengawasan gerakan koprasi yang lebih terjamin secara serentak, tepat guna, berencana, dan terpimpin. Peralihan menjadi demokrasi Terpimpin menyebabkan koprasi juga harus menyesuaikan yakni dengan menjabarkan peranan koprasi yakni menyelenggarakan kegiatan ekonomi, meningkatkan taraf hidup, serta membina dan mengembangkanswadaya dan daya kreatifrakyat sebagai perwujudan masyarakat gotong royong.
g. Instruksi Presiden Nomor 2 dan 3 Tahun 1960
Sebagai peraturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah tentang Perkembangan Gerakan Koperasi, Instruksi Presiden Nomor 2 dan 3 Tahun 1960, mengungkapkan pembentukan Badan Penggerak Koprasi sebagai wadah tunggal kerjasama antar jawatan koperasi dan masyarakat. Inpres yang mengatur campur tangan pemerintah terlalu dalam ini berakibat pada rusaknya mentalitas idiil koprasi dengan suburnya praktek mencari keuntungan dengan menjual barang-barang karena adanya kemudahan merendahkan harga kebutuhan pokok jikalau dijual oleh koprasi. Disisis lain bahwa pendidikan mengenai kopersi meningkat pesat sekali, dengan memasukkan dalam setiap jenjang pendidikan. Ketentuan Ipres ini jelas-jelas telah menabrak Pasal 27 ayat (1), dan (2) UUD 1945, dengan adanya pemecatan atas pegawai yang tidak bisa mengikuti garis-garis besar perkoperasian, sehingga akibat lebih lanjutnya ialah Muhammad Hatta mengundurkan diri untuk tidak menjadi Wakil Presiden dan koperasi kehilangan tokohnya yang dudud di Pemerintahan.
h. Undang-Undang Tentang Pokok-pokok Perkoperasi (UU 14/1965)
Undang-undang sebagai pengejahwantahan prinsip nasakom ini mengebiri prinsip koperasi yang telah ada di Indonesia. Koperasi didefinisikan sebagai organisasi eonomi dan Alat Revolusi yang berfungsi sebagai tempat persemaian insane masyarakat serta wahana menuju sosialisme Indonesia beradasarkan Pancasila. Kemudian pengesahan UU ini pada saat Musyawarah Nasional Koperasi memperlihatkan sensasinya kepada dunia dengan keluarnya Indonesia dalam keanggotaan di International Coperative Allliace (ICA).
i. Undang-Undang Tentang Pokok-pokok Perkoperasi (UU 12/1967)
Undang-undang racikan pemerintahan Orde Baru, Soeharto ini mendapatkan tanggapan positif dari semua perkumpulan koperasi karena kembalinya hakikat koperasi itu sendiri. UU yang memurnikan asas koperasi yang sejati dan menyingkirkan depolitisasi koperasi ini secara tegas mencabut UU 14/1965 tentang perkoperasian. Hubungan baik yang sempat terputus dengan ICA kembali diperbaiki pada berlakunya UU 12/1967. Koperasi didefinisikan sebagai organisasi-organisasi rakyat yang berwatakkan social, beranggotakan orang-orang, atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Ini merupakan UU pertama yang menjadikan koperasi adalah badan hukum apabila koperasi tersebut telah menyesuaikan diri dengan UU 12 Tahun 1967.
B. Sesudah UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
a. UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian
Undang-undang ini hadir atas ketidakjelasan aturan main di lapangan mengenai jati diri, tujuan, kedudukan, peran, manajemen, keusahaan, permodalan, serta pembinaan koperasi untuk lebih menjamin terwujudnya kehidupan koperasi sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Pengaturan koperasi sebagai badan hukum semakin jelas pada definisi koperasi menurut UU 25 Tahun 1992 yakni badan hukum yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi serta berdasar pada asas kekeluargaan.
b. UU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Undang-undang yang menyiratkan bahwa usaha miko, kecil, dan menengah ini secara tegas menyuratkan bahwa pembiayaan usaha mikro kecil dan menengah, ini bisa didorong melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah. Dengan keluarnya UU ini diharapkan untuk semakin berkembangnya usaha koperasi untuk membiayai usaha usaha mikro kecil dan menengah sebagaimana pasal 22 UU 20/2008.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG KOPERASI
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1992 TENTANG PERKOPERASIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
|
:
|
a.
|
bahwa Koperasi, baik sebagai gerakan
ekonomi rakyat maupun sebagai badan usaha berperan serta untuk mewujudkan
masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945 dalam tata perekonomian nasional yang disusun
sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi;
|
|
|
|
|
|
|
b.
|
bahwa Koperasi perlu lebih membangun
dirinya dan dibangun menjadi kuat dan mandiri berdasarkan prinsip Koperasi
sehingga mampu berperan sebagai sokoguru perekonomian nasional;
|
|
|
c.
|
bahwa pembangunan Koperasi merupakan
tugas dan tanggung jawab Pemerintah dan seluruh rakyat;
|
|
|
|
|
|
|
d.
|
bahwa untuk mewujudkan hal-hal
tersebut dan menyelaraskan dengan perkembangan keadaan, perlu mengatur
kembali ketentuan tentang perkoperasian dalam suatu Undang-undang sebagai
pengganti Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok
Perkoperasian.
|
|
|
|
|
Mengingat
|
:
|
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-undang Dasar
1945;
|
Dengan persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERKOPERASIAN
BAB IKETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
- Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
- Perkoperasian adalah segala sesuatu yang menyangkut kehidupan Koperasi.
- Koperasi Primer adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan orang-seorang.
- Koperasi Sekunder adalah Koperasi yang didirikan oleh dan beranggotakan Koperasi.
- Gerakan Koperasi adalah keseluruhan organisasi Koperasi dan kegiatan perkoperasian yang bersifat terpadu menuju tercapainya cita-cita bersama Koperasi.
BAB IILANDASAN, ASAS, DAN
TUJUAN
Bagian Pertama (Landasan dan Asas)
Pasal 2
Koperasi berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta berdasar
atas asas kekeluargaan.
Bagian Kedua (Tujuan)
Pasal 3
Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional
dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
BAB IIIFUNGSI, PERAN, DAN
PRINSIP KOPERASI
Bagian Pertama (Fungsi dan Peran)
Pasal 4
Fungsi dan peran Koperasi adalah :
a. membangun dan
mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan
masyarakat pada umumnya, untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan
sosialnya;
b. berperan serta secara
aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat;
c. memperkokoh perekonomian
rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan
Koperasi sebagai sokogurunya;
d. berusaha untuk mewujudkan
dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi.
Bagian Kedua (Prinsip Koperasi)
Pasal 5
(1) Koperasi melaksanakan prinsip Koperasi sebagai berikut :
a. keanggotaan bersifat
sukarela dan terbuka;
b. pengelolaan dilakukan
secara demokratis;
c. pembagian sisa hasil
usaha dilakukan secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing
anggota;
d. pemberian balas jasa
yang terbatas terhadap modal;
e. kemandirian
(2) Dalam mengembangkan Koperasi, maka koperasi
melaksanakan pula prinsip Koperasi sebagai berikut :
a. pendidikan
perkoperasian;
b. kerja sama
antarkoperasi.
BAB IV PEMBENTUKAN
Bagian Pertama (Syarat Pembentukan)
Pasal 6
(1)
|
Koperasi Primer dibentuk sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) orang.
|
|
|
(2)
|
Koperasi Sekunder dibentuk oleh sekurang-kurangnya 3 (tiga) Koperasi.
|
Pasal 7
(1)
|
Pembentukan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan dengan
akta pendirian yang memuat Anggaran Dasar.
|
|
|
(2)
|
Koperasi mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik
Indonesia.
|
Pasal 8
Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) memuat sekurang-kurangnya:
a.
daftar nama pendiri;
b. nama
dan tempat kedudukan;
c.
maksud dan tujuan serta bidang usaha;
d.
ketentuan mengenai keanggotaan;
e.
ketentuan mengenai Rapat Anggota;
f.
ketentuan mengenai pengelolaan;
g.
ketentuan mengenai permodalan;
h.
ketentuan mengenai jangka waktu berdirinya;
i.
ketentuan mengenai pembagian sisa hasil usaha;
j.
ketentuan mengenai sanksi.
Bagian Kedua (Status Badan Hukum)
Pasal 9
Koperasi memperoleh status badan hukum setelah akta pendiriannya disahkan
oleh Pemerintah.
Pasal 10
(1) Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9, para pendiri mengajukan permintaan tertulis disertai
akta pendirian Koperasi.
(2) Pengesahan akta pendirian diberikan dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan setelah diterimanya permintaan
pengesahan.
(3) Pengesahan akta pendirian diumumkan dalam
Berita Negara Republik Indonesia.
Pasal 11
(1) Dalam hal permintaan pengesahan akta
pendirian ditolak, alasan penolakan diberitahukan kepada para pendiri secara
tertulis dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah diterimanya
permintaan.
(2) Terhadap penolakan pengesahan akta
pendirian para pendiri dapat mengajukan permintaan ulang dalam waktu paling
lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya penolakan.
(3) Keputusan terhadap pengajuan permintaan
ulang diberikan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterimanya
pengajuan permintaan ulang.
Pasal 12
(1) Perubahan Anggaran Dasar dilakukan oleh
Rapat Anggota.
(2) Terhadap perubahan Anggaran Dasar yang
menyangkut penggabungan, pembagian, dan perubahan bidang usaha Koperasi
dimintakan pengesahan kepada Pemerintah.
Pasal 13
Ketentuan mengenai persyaratan dan tata cara pengesahan atau penolakan
pengesahan akta pendirian, dan perubahan Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
(1) Untuk keperluan pengembangan dan/atau
efisiensi usaha, satu Koperasi atau lebih dapat:
a. menggabungkan diri
menjadi satu dengan Koperasi lain, atau
b. bersama Koperasi lain
meleburkan diri dengan membentuk Koperasi baru.
(2) Penggabungan atau peleburan dilakukan
dengan membentuk Koperasi baru.
Bagian Ketiga (Bentuk dan Jenis)
Pasal 15
Koperasi dapat berbentuk Koperasi Primer atau Koperasi Sekunder.
Pasal 16
Jenis Koperasi didasarkan pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi
anggotanya.
BAB VKEANGGOTAAN
Pasal 17
(1) Anggota Koperasi adalah pemilik dan
sekaligus pengguna jasa Koperasi.
(2) Keanggotaan Koperasi dicatat
dalam buku daftar angota.
Pasal 18
(1) Yang dapat menjadi anggota Koperasi ialah
setiap warga negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hukum atau Koperasi
yang memenuhi persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
(2) Koperasi dapat memiliki anggota luar biasa
yang persyaratan, hak, dan kewajiban keanggotaannya ditetapkan dalam Anggaran
Dasar.
Pasal 19
(1) Keanggotaan Koperasi didasarkan pada
kesamaan kepentingan ekonomi dalam lingkup usaha Koperasi.
(2) Keanggotaan Koperasi dapat diperoleh atau
diakhiri setelah syarat sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar dipenuhi.
(3) Keanggotaan Koperasi tidak dapat
dipindahtangankan.
(4) Setiap anggota mempunyai kewajiban dan hak
yang sama terhadap Koperasi sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 20
(1) Setiap anggota mempunyai kewajiban :
a. mematuhi Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangga serta keputusan yang telah disepakati dalam Rapat
Anggota;
b. berpartisipasi dalam
kegiatan usaha yang diselenggarakan oleh Koperasi;
c. mengembangkan dan
memelihara kebersamaan berdasar atas asas kekeluargaan.
(2) Setiap anggota mempunyai hak :
a. menghadiri, menyatakan
pendapat, dan memberikan suara dalam Rapat Anggota;
b. memilih dan/atau dipilih
menjadi anggota Pengurus atau Pengawas;
c. meminta diadakan Rapat
Anggota menurut ketentuan dalam Anggaran Dasar;
d. mengemukakan pendapat
atau saran kepada Pengurus di luar Rapat Anggota baik diminta maupun tidak
diminta;
e. memanfaatkan Koperasi dan
mendapat pelayanan yang sama antara sesama anggota;
f. mendapatkan
keterangan mengenai perkembangan Koperasi menurut ketentuan dalam Anggaran
Dasar.
BAB VIPERANGKAT
ORGANISASI
Bagian Pertama (Umum)
Pasal 21
Perangkat Organisasi Koperasi terdiri dari :
a. Rapat Anggota;
b. Pengurus;
c. Pengawas.
Bagian Kedua (Rapat Anggota)
Pasal 22
(1) Rapat Anggota merupakan pemegang
kekuasaan tertinggi dalam Koperasi.
(2) Rapat Anggota dihadiri oleh anggota yang
pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Dasar.
Pasal 23
Rapat Anggota menetapkan :
a. Anggaran Dasar;
b. kebijaksanaan umum di
bidang organisasi, manajemen, dan usaha Koperasi;
c. pemilihan, pengangkatan,
pemberhentian Pengurus dan Pengawas;
d. rencana kerja, rencana
anggaran pendapatan dan belanja Koperasi, serta pengesahan laporan keuangan;
e. pengesahan
pertanggungjawaban Pengurus dalam pelaksanaan tugasnya;
f. pembagian
sisa hasil usaha;
g. penggabungan, peleburan,
pembagian, dan pembubaran Koperasi.
Pasal 24
(1) Keputusan Rapat Anggota diambil
berdasarkan musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Apabila tidak diperoleh keputusan dengan
cara musyawarah, maka pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara
terbanyak.
(3) Dalam hal dilakukan pemungutan suara,
setiap anggota mempunyai hak satu suara.
(4) Hak suara dalam Koperasi Sekunder dapat
diatur dalam Anggaran Dasar dengan mempertimbangkan jumlah anggota dan jasa
usaha Koperasi-anggota secara berimbang.
Pasal 25
Rapat Anggota berhak meminta keterangan dan pertanggungjawaban Pengurus dan
Pengawas mengenai pengelolaan Koperasi.
Pasal 26
(1) Rapat Anggota dilakukan paling sedikit
sekali dalam 1 (satu) tahun.
(2) Rapat Anggota untuk mengesahkan
pertanggungjawaban Pengurus diselenggarakan paling lambat 6 (enam) bulan
setelah tahun buku lampau.
Pasal 27
(1) Selain Rapat Anggota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26, Koperasi dapat melakukan Rapat Anggota Luar Biasa apabila
keadaan mengharuskan adanya keputusan segera yang wewenangnya ada pada Rapat
Anggota.
(2) Rapat Anggota Luar Biasa dapat diadakan
atas permintaan sejumlah anggota Koperasi dan atau keputusan Pengurus yang
pelaksanaannya diatur dalam Anggaran Dasar.
(3) Rapat Anggota Luar Biasa mempunyai
wewenang yang sama dengan wewenang Rapat Anggota sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 23.
Pasal 28
Persyaratan, tata cara, dan tempat penyelenggaraan Rapat Anggota dan Rapat
Anggota Luar Biasa diatur dalam Anggaran Dasar.
Bagian Ketiga (Pengurus)
Pasal 29
(1) Pengurus
dipilih dari dan oleh anggota Koperasi dalam Rapat ANggota.
(2) Pengurus merupakan pemegang kuasa Rapat
Anggota.
(3) Untuk pertama kali, susunan dan nama
anggota Pengurus dicantumkan dalam akta pendirian.
(4) Masa jabatan Pengurus paling lama 5 (lima)
tahun.
(5) Persyaratan untuk dapat dipilih dan
diangkat menjadi anggota Pengurus ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 30
(1) Pengurus bertugas :
a. Mengelola Koperasi dan
usahanya;
b. Mengajukan
rencana-rencana kerja serta rancangan rencana anggaran pendapatan dan belanja
Koperasi;
c. Menyelenggarakan Rapat
Anggota;
d. Mengajukan laboran
keuangan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas;
e. Menyelenggarakan
pembukuan keuangan dan inventaris secara tertib;
f. Memelihara daftar
buku anggota dan pengurus.
(2) Pengurus berwenang :
a. mewakili Koperasi di
dalam dan di luar pengadilan;
b. memutuskan penerimaan dan
penolakan anggota baru serta pemberhentian anggota sesuai dengan ketentuan
dalam Anggaran Dasar;
c. melakukan tindakan dan
upaya bagi kepentingan dan kemanfaatan koperasi sesuai dengan tanggung jawabnya
dan keputusan Rapat Anggota.
Pasal 31
Pengurus bertanggung jawab mengenai segala kegiatan pengelolaan Koperasi
dan usahanya kepada Rapat Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa.
Pasal 32
(1) Pengurus Koperasi dapat mengangkat
Pengelola yang diberi wewenang dan kuasa untuk mengelola usaha.
(2) Dalam hal Pengurus Koperasi bermaksud
untuk mengangkat pemgelola, maka rencana pengangkatan tersebut diajukan kepada
Rapat Anggota untuk mendapat pesetujuan.
(3) Pengelola bertanggung jawab kepada
Pengurus.
(4) Pengelolaan usaha oleh Pengelola tidak
mengurangi tanggung jawab Pengurus sebagaimana ditentukan dalam Pasal 31.
Pasal 33
Hubungan antara Pengelola usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dengan
Pengurus Koperasi merupakan hubungan kerja atas dasar perikatan.
Pasal 34
(1) Pengurus, baik bersama-sama, maupun
sendiri-sendiri, menanggung kerugian yang diderita Koperasi, kaena
tindakan yang dilakukan dengan kesengajaan atau kelalaiannya.
(2) Disamping peggantian kerugian tersebut,
apabila tindakan itu dilakukan dengan kesengajaan, tidak menutup kemungkinan
bagi penuntut umum untuk melakukan penuntuntutan.
Pasal 35
Setelah tahun buku Koperasi ditutup, paling lambat 1 (satu) bulan sebelum
diselenggarakan rapat anggota tahunan, Pengurus menyusun laporan tahunan yang
memuat sekurang-kurangnya :
a. perhitungan tahunan yang
terdiri dari neraca akhir tahun buku yang baru lampau dan perhitungan hasil
usaha dari tahun yang bersangkutan serta penjelasan atas dokumen tersebut;
b. keadaan dan usaha
Koperasi serta hasil usaha yang dapat dicapai.
Pasal 36
(1) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 35 ditandatangani oleh semua anggota Pengurus.
(2) Apabila salah seorang anggota Pengurus
tidak menandatangani laporan tahunan tersebut, anggota yang bersangkutan
menjelaskan secara tertulis.
Pasal 37
Persetujuan terhadap laporan tahunan, termasuk pengesahan perhitungan
tahunan, merupakan penerimaan pertanggungjawaban Pengurus oleh Rapat Anggota.
Bagian Keempat (Pengawas)
Pasal 38
(1) Pengawas dipilih dari dan oleh anggota
Koperasi dalam Rapat Anggota.
(2) Pengawas bertanggung jawab kepada Rapat
Anggota.
(3) Persyaratan untuk dapat dipilih dan
diangkat sebagai anggota Pengawas ditetapkan dalam Anggaran Dasar.
Pasal 39
(1) Pengawas bertugas :
a. melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan Koperasi;
b. membuat laporan
tertulis tentang hasil pengawasannya.
(2) Pengawasan berwenang :
a. meneliti catatan yang ada pada Koperasi;
b. mendapatkan segala keterangan yang diperlukan.
(3) Pengawas harus merahasiakan hasil
pengawasannya terhadap pihak ketiga.
Pasal 40
Koperasi dapat meminta jasa audit kepada akuntan publik.
BAB VIIMODAL
Pasal 41
(1) Modal Koperasi terdiri dari modal sendiri dan modal pinjaman.
(2) Modal sendiri dapat berasal dari :
a. simpanan pokok;
b. simpanan wajib;
c. dana cadangan;
d. hibah.
(3) Modal pinjaman dapat berasal dari :
a. anggota;
b. Koperasi lainnya dan/atau anggotanya;
c. bank dan lembaga;
d. penerbitan obligasi dan surat hutang lainnya;
e. sumber lain yang sah.
Pasal 42
1) Selain modal sebagaimana
dimaksud Pasal 41, Koperasi dapat pula melakukan pemupukan modal yang berasal
dari modal penyertaan.
2) Ketentuan mengenai pemupukan
modal yang berasal dari modal penyertaan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
BAB VIIILAPANGAN
USAHA
Pasal 43
(1) Usaha Koperasi adalah usaha yang berkaitan
langsung dengan kepentingan anggota untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan
anggota.
(2) Kelebihan kemampuan pelayanan Koperasi
dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota
Koperasi.
(3) Koperasi menjalankan kegiatan usa dan
berperan utama di segala bidang kehidupan ekonomi rakyat.
Pasal 44
(1) Koperasi dapat menghimpun dana dan
menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk :
a. anggota Koperasi yang
bersangkutan;
b. Koperasi lain dan/atau
anggotanya.
(2) Kegiatan usaha simpan pinjam dapat
dilaksanakan sebagai salah satu atau satu-satunya kegiatan usaha Koperasi.
(3) Pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam
oleh Koperasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB IXSISA HASIL
USAHA
Pasal 45
(1) Sisa Hasil Usaha Koperasi merupakan
pendapatan Koperasi yang diperoleh dalam satu tahun buku dikurangi dengan
biaya, penyusutan, dan kewajiban lainnya termasuk pajak dalam tahun buku yang
bersangkutan.
(2) Sisa Hasil Usaha setelah dikurangi dana cadangan,
dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh
masing-masing anggota dengan Koperasi, serta digunakan untuk keperluan
pendidikan perkoperasian dan keperluan lain dari Koperasi, sesuai dengan
keputusan Rapat Anggota.
(3) Besarnya pemupukan dana cadangan
ditetapkan dalam Rapat Anggota.
BAB XPEMBUBARAN
KOPERASI
Bagian Pertama (Cara Pembubaran Koperasi)
Pasal 46
Pembubaran Koperasi dapat dilakukan berdasarkan :
a Keputusan
Rapat Anggota, atau
b Keputusan
Pemerintah.
Pasal 47
(1) Keputusan pembubaran oleh Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf b dilakukan apabila :
a. terdapat bukti bahwa
Koperasi yang bersangkutan tidak memenuhi ketentuan Undang-undang ini;
b. kegiatannya bertentangan dengan
ketertiban umum dan/atau kesusilaan;
c. kelangsungan hidupnya
tidak dapat lagi diharapkan.
(2) Keputusan pembubaran Koperasi oleh
Pemerintah dikeluarkan dalam waktu paling lambat 4 (empat) bulan terhitung
sejak tanggal diterimanya surat pemberitahuan rencana pembubaran tersebut oleh
Koperasi yang bersangkutan.
(3) Dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua)
bulan sejak tanggal penerimaan pemberitahuan, Koperasi yang bersangkutan berhak
mengajukan keberatan.
(4) Keputusan Pemerintah mengenai diterima
atau ditolaknya keberatan atas rencana pembubaran diberikan paling lambat 1
(satu) bulan sejak tanggal diterimanya pernyataan keberatan tersebut.
Pasal 48
Ketentuan mengenai pembubaran Koperasi oleh Pemerintah dan tata cara
pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 49
(1) Keputusan pembubaran Koperasi oleh Rapat
Anggota diberitahukan secara tertulis oleh Kuasa Rapat Anggota kepada;
a. semua kreditor;
b. Pemerintah.
(2) Pemberitahuan kepada semua kreditor
dilakukan oleh Pemerintah, dalam hal pembubaran tersebut berlangsung
berdasarkan keputusan Pemerintah.
(3) Selama pemberitahuan pembubaran Koperasi
belum berlaku baginya.
Pasal 50
Dalam pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 disebutkan :
a Nama dan
alamat Penyelesai, dan
b Ketentuan
bahwa semua kreditor dapat mengajukan tagihan dalam jangka waktu (3) tiga bulan
sesudah tanggal diterimanya surat pemberitahuan pembubaran.
Bagian Kedua (Penyelesaian)
Pasal 52
(1) Penyelesaian dilakukan oleh penyelesaian
pembubaran yang selanjutnya disebut Penyelesai.
(2) Untuk penyelesaian berdasarkan keputusan
Rapat Anggota, Penyelesai ditunjuk oleh Rapat Anggota.
(3) Untuk penyelesaian berdasarkan keputusan
Pemerintah, Penyelesai ditunjuk oleh Pemerintah.
(4) Selama dalam proses penyelesaian, Koperasi
tersebut tetap ada dengan sebutan ”Koperasi dalam penyelesaian”.
Pasal 53
(1) Penyelesaian segera dilaksanakan setelah
dikeluarkan keputusan pembubaran Koperasi.
(2) Penyelesai bertanggung jawab kepada Kuasa
Rapat Anggota dalam hal Penyelesai ditunjuk oleh Rapat Anggota dan kepada
Pemerintah dalam hal Penyelesai ditunjuk oleh Pemerintah.
Pasal 54
Penyelesai mempunyai hak, wewenang, dan kewajiban sebagai berikut :
a. Melakukan segala
perbuatan hukum untuk dan atas nama ”Koperasi dalam penyelesaian”.
b. Mengumpulkan segala
keterangan yang diperlukan;
c. Memanggil pengurus,
anggota dan bekas anggota tertentu yang diperlukan, baik sendiri-sendiri maupun
bersama-sama;
d. Memperoleh, memeriksa,
dan menggunakan segala catatan dan arsip Koperasi;
e. Menetapkan dan
melaksanakan segala kewajiban pembayaran yang didahulukan dari pembayaran
hutang lainnya;
f. Menggunakan
sisa kekayaan Koperasi untuk menyelesaikan sisa kewajiban Koperasi;
g. Membagikan sisa hasil
penyelesaian kepada anggota;
h. Membuat berita acara
penyelesaian.
Pasal 55
Dalam hal terjadi pembubaran Koperasi, anggota hanya menanggung kerugian
sebatas simpanan pokok, simpanan wajib dan modal penyertaan yang dimilikinya.
Bagian Ketiga (Hapusnya Status Badan Hukum)
Pasal 56
(1) Pemerintah mengumumkan pembubaran Koperasi
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
(2) Status badan hukum Koperasi hapus sejak
tanggal pengumuman pembubaran Koperasi tersebut dalam Berita Negara Republik
Indonesia.
BAB XILEMBAGA
GERAKAN KOPERASI
Pasal 57
(1) Koperasi secara bersama-sama mendirikan
satu organisasi tunggal yang berfungsi sebagai wadah untuk memperjuangkan
kepentingan dan bertindak sebagai pembawa aspirasi Koperasi.
(2) Organisasi ini berasaskan Pancasila.
(3) Nama, tujuan, susunan, dan tata kerja
organisasi diatur dalam Anggaran Dasar organisasi yang bersangkutan.
Pasal 58
(1) Organisasi tersebut melakukan kegiatan :
a. memperjuangkan dan menyalurkan
aspirasi Koperasi;
b. meningkatkan kesadaran
berkoperasi di kalangan masyarakat;
c. melakukan pendidikan
perkopersian bagi anggota dan masyarakat;
d. mengembangkan kerjasama
antar koperasi dan antara Koperasi dengan badan usaha lain, baik pada tingkat
nasional maupun internasional.
(2) Untuk melaksanakan kegiatan tersebut,
Koperasi secara bersama-sama menghimpun dana Koperasi.
Pasal 59
Organisasi yang dibentuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1)
disahkan oleh Pemerintah.
BAB XIIPEMBINAAN
Pasal 60
(1) Pemerintah menciptakan dan mengembangkan
iklim dan kondisi mendorong pertumbuhan serta pemasyarakatan Koperasi.
(2) Pemerintah memberikan bimbingan,
kemudahan, dan perlindungan kepada Koperasi.
Pasal 61
Dalam upaya mendorong dan mengembangkan iklim dan kondisi yang mendorong
pertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi, Pemerintah :
a. Memberikan
kesempatan usaha yang seluas-luasnya kepada Koperasi;
b. Meningkatkan dan
memantapkan kemampuan Koperasi agar menjadi Koperasi yang sehat, tangguh, dan
mandiri;
c. Mengupayakan tata
hubungan usaha yang saling menguntungkan antara Koperasi dengan badan usaha
lainnya;
d. Membudayakan Koperasi
dalam masyarakat.
Pasal 62
Dalam rangka memberikan bimbingan dan kemudahan kepada Koperasi, Pemerintah
:
a. Membimbing usaha Koperasi
yang sesuai dengan kepentingan ekonomi anggotanya.;
b. Mendorong, mengembangkan,
dan membantu pelaksanaan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan penelitian
perkoperasian;
c. Memberikan kemudahan
untuk memperkokoh permodalan Koperasi serta mengembangkan lembaga keuangan
Koperasi;
d. Membantu pengembangan
jaringan usaha Koperasi dan kerja sama yang saling menguntungkan antar
Koperasi;
e. Memberikan bantuan
konsultasi guna memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh Koperasi dengan
tetap memperhatikan Anggaran Dasar dan prinsip Koperasi.
Pasal 63
(1) Dalam rangka pemberian perlindungan kepada
Koperasi, Pemerintah dapat :
a. menetapkan bidang
kegiatan ekonomi yang hanya boleh diusahakan Koperasi
b. menetapkan bidang
kegiatan ekonomi di suatu wilayah yang telah berhasil diusahakan oleh koperasi
untuk tidak diusahakan oleh badan usaha lainnya.
(2) Persyaratan dan tata cara pelaksanaan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 64
Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Pasal 61, Pasal 62, dan
Pasal 63 dilakukan dengan memperhatikan keadaan dan kepentingan ekonomi
nasional, serta pemerataan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja.
BAB XIIIKETENTUAN
PERALIHAN
Pasal 65
Koperasi yang telah memiliki status badan hukum pada saat Undang-Undang ini
berlaku, dinyatakan telah memperoleh status badan hukum berdasarkan
Undang-undang ini.
BAB XIVKETENTUAN
PENUTUP
Pasal 66
(1) Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka
Undang-undang Nomor 12 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian (Lembaran
Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 2832)
dinyatakan tidak berlaku lagi.
(2) Peraturan pelaksanaan Undang-undang
Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun
1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara 1967 Nomor 2832) dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau belum diganti berdasarkan
Undang-undang ini.
Pasal 67
Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Diundangkan di Jakarta Disahkan
di Jakarta
Pada tanggal 21 Oktober 1992 Padatanggal
21Oktober 1992
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
REPUBLIK INDONESIA
ttd. ttd.
M O E R D I O N O S O E H A R T O
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1992 NOMOR 116.
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIS KABINET RI
Kepala Biro Hukum
Dan Perundang-undangan
written at♥07.45